MEDAN | Rahmadi, terdakwa dalam kasus narkotika, mengaku mendapat tekanan saat membuat video klarifikasi yang kini beredar luas di media sosial. Ia menyebut seorang perwira menengah kepolisian, Kompol Dedi Kurniawan (DK), sebagai sosok yang memaksanya untuk membuat pengakuan palsu. Video tersebut direkam sebanyak tiga kali di markas Polda Sumatera Utara dan satu kali di sebuah perumahan di kawasan Medan Johor.
“Dalam video itu saya disuruh mengakui keterlibatan Sopi, Pak Tomi, dan saudara Nunung. Naskah pengakuan itu sudah disiapkan oleh Kompol DK,” ujar Rahmadi seusai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tanjungbalai, Selasa (14/10/2025).
Rahmadi menjelaskan bahwa video tersebut dibuat setelah ia melaporkan dugaan keterlibatan Kompol DK ke Polda Sumut dan Mabes Polri. Laporan yang ia layangkan berkaitan dengan penggelapan kendaraan di kawasan Medan Helvetia serta penggerebekan pil ekstasi di sebuah hotel di Tanjungbalai.
Ia mengklaim bahwa pengakuan dalam video tidak dibuat secara sukarela. “Saya dipaksa membacakan pengakuan yang sudah disiapkan oleh Kompol DK. Saat itu saya sudah ditahan di Ditresnarkoba Polda Sumut,” ucapnya kepada wartawan.
Rahmadi juga membantah keterlibatan tiga orang yang disebut dalam video tersebut. Ia menegaskan bahwa pengakuan dalam video itu tidak merepresentasikan kebenaran. “Tidak ada keterlibatan Sopi, Tommy, maupun Nunung dalam perkara ini. Saya justru dikriminalisasi dan dituduh memiliki 10 gram sabu,” ujarnya.
Terkait tuduhan tersebut, Rahmadi mengaku merasa menjadi korban salah tangkap dan rekayasa hukum. Ia saat ini menghadapi tuntutan sembilan tahun penjara. “Saya dituntut sembilan tahun penjara atas perbuatan yang tidak pernah saya lakukan,” katanya di hadapan majelis hakim.
Tim kuasa hukum Rahmadi menyatakan telah melaporkan dugaan kriminalisasi terhadap kliennya ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Sumut serta Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT). Dalam laporan itu juga disebut dugaan penganiayaan yang dialami Rahmadi selama masa tahanan.
Selain itu, tim kuasa hukum mengadukan dugaan penyalahgunaan wewenang lainnya, termasuk hilangnya dana Rp11,2 juta dari rekening pribadi Rahmadi. Dana tersebut raib setelah PIN layanan perbankan digital milik Rahmadi diminta secara paksa oleh aparat dengan dalih untuk kepentingan penyelidikan. (*)